MERANTI – Lembaga Ekonomi Kreatif Andalan (EKA) yang berdomisili di Desa Sungaitohor mengadakan kegiatan workshop dan sosialisasi kepada masyarakat terkait konektivitas ling
kungan gambut yang sehat dalam menopang sosial budaya dan ekonomi untuk menuju swasembada pangan.
Kegiatan ini merupakan inisiatif EKA bersama mitra mereka PM Haze beserta pemerintahan desa Sungaitohor. Kegiatan ini dilakukan di Sangar Seni Linau Kuning desa Sungaitohor pada Jumat (18/01/2025) lalu.
Albanik selaku Ketua Lembaga EKA mengatakan kegiatan ini dibagi dalam dua sesi, sesi pertama pagi hingga siang diprioritaskan untuk paginya bersama petani sagu, pemilik bangsal sagu beserta tokoh- tokoh masyarakat.
“Sedangkan sesi kedua siang hingga sore hari kita prioritaskan untuk para pemuda desa yang juga bekerja di sektor pertanian dan produksi sagu. Totalnya ada 50 orang peserta yang kita hadirkan, Hal ini kita buat agar semua lapisan masyarakat bisa memahami dan mengambil peran menuju swasembada pangan khususnya tepung sagu,” ujarnya.
Tanaman sagu, lanjutnya sangat cocok di lahan gambut jadi kalau gambut sehat tanaman sagu juga akan dapat tumbuh dengan baik dan akhirnya hasil panen kedepannya dapat meningkat.
Sementara itu Pj Kepala Desa Sungaitohor Kasiswati, SE, mengatakan pemerintah desa mengajak seluruh komponen masyarakat Sungaitohor untuk saling menjaga kebersihan lingkungan desa dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bersama.
“Lingkungan desa yang bersih secara tidak langsung sudah bisa meciptakan budaya dan kebiasaan yang baik buat kita, dengan lingkungan yang bersih siapapun pengunjung yang datang ke desa kita akan merasa senang dan nyaman, sebab orang yang datang ke desa kita secara tidak langsung memberikan keuntungan untuk kita secara ekonomi,” tuturnya.
Selain menjaga kebersihan lingkungan, dia juga berpesan agar menjaga lahan gambut di desa agar tetap sehat sehingga tanaman sagu dapat tumbuh subur. kita harus dapat menjamin agar tanah gambut kita senantiasa basah. Basahnya gambut akan menghindarkan kita dari resiko terbakar pada musim kemarau.
“Sekat-sekat kanal yang telah terbangun baik melalui program pemerintah maupun sektor seperti lembaga swadaya masyarakat harus kita jaga, Para petani yang membuka pintu sekat kanal untuk membawa hasil panen ke bangsal harus menutup kembali pintu sekat kanal, terutama pada musim kemarau sehingga air tersebut dapat membasahi kebun dan tanah-tanah kita. Pada musim kemarau kita harus benar-benar disiplin untuk mengurangi air gambut yang terbuang atau keluar dari lokasi kebun kita, sebab tanah gambut memerlukan air untuk tetap basah,” pintanya.
Disisi lain salah seorang tokoh masyarakat desa Sungaitohor yakni Abdul Manan Tohor yang hadir dalam acara tersebut mengatakan “Jika kita memiliki visi untuk swasembada pangan khususnya tepung sagu maka kita harus berbicara tentang lahan gambut tempat terbaik untuk tanaman ini, Tanaman sagu memiliki hubungan yang erat dengan tanah gambut dan air yang ada. Tanah gambut, sagu juga memiliki konektivitas dengan sosial dan budaya masyarakatnya.
“Kita tinggal di lahan gambut, jadi kita harus paham gambut tak boleh kering, air harus dijaga, selain itu kita siapkan juga kawasan penyangga berupa hutan gambut sebab kita juga memerlukan hutan untuk menjaga kesehatan lingkungan kita,” ujar Abdul Manan
Budaya penanaman sagu sebagai komuditi unggulan khusus di desa Sungaitohor sudah berlangsung puluhan tahun dan turun temurun. Dahulunya makanan Pokok masyarakat adalah sagu. Tanaman sagu dapat ditanam satu kali namun dapat dipanen berkali-kali. Tanaman sagu dapat dipanen setelah usia 10 tahun setelah ditanam, tanaman ini membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh dengan baik, tanah gambut adalah lahan yang cocok dalam membangun budaya menanam sagu. Tanaman sagu tak memerlukan pemupukan hanya perlu pemeliharaan yang dapat dilakukan setahun 2-3 kali dalam satu tahun.
“Banyaknya sagu dan budaya bertani sagu berdampak pada budaya pekerjaan penopang ekonomi masyarakat di desa Sungaitohor lebih dari 70 persen berada pada sektor ini. Hingga saat ini di desa Sungaitohor terdapat 17 bangsal sagu yang di kelola masyarakat serta satu pabrik sagu terpadu untuk memproduksi tepung sagu kering,” ungkapnya.
“Tanaman sagu sangat baik tumbuh di daerah rawa gambut, tanaman ini juga termasuk tanaman serba guna, daunnya dapat di manfaatkan sebagai atap, kulit batangnya dapat digunakan sebagai kerajinan, tepungnya untuk makanan dan sampah sisa parutan juga bisa dimanfaatkan sebagai kompos atau dijadikan sebagai briket, namun tentu saja ini semua memerlukan perhatian khusus agar masyarakat bisa memiliki kemampuan mengolah dan memasarkannya,” terang Abdul Manan.
Albanik juga mengajak
semua lapisan untuk “menjaga kesehatan gambut, sagu dapat kita jadikan sebagai tanaman penghasil ekonomi buat kita, tanaman sumber makanan buat masyarakat, untuk itu kita juga harus dapat menjaga tempat tumbuhnya sehat agar misi swasembada pangan dapat terwujud.
“Budaya penanaman sagu harus kita tingkatkan, hutan penyangganya harus pula kita lestarikan Tidak menggunakan api dan menjaga gambut tetap basah adalah cara sederhana yang telah diajarkan orang-orang tua kita. Menanam sagu berarti menjaga gambut dikampung kita ini,” tutupnya.(swl)