Berkas Dugaan Korupsi Kredit Macet Bank Riau Masih P19, 4 dari 5 Tersangka Sudah Ditahan

  • Bagikan

RIAUDETIl.OCM, PEKANBARU – Berkas perkara dugaan korupsi kredit macet di Bank Riau Kepri cabang pembantu Sungai Pakning, dikembalikan jaksa (P19). Pihak kejaksaan memberikan beberapa petunjuk yang harus dilengkapi oleh penyidik unit III (Tipikor) Satreskrim Polres Bengkalis.

Hal ini dikatakan Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Bengkalis AKP Gian Wiatma Jonimandala melalui Kepala Unit (Kanit) III Tipikor Ipda Alfan Nisfu Romadhoni beberapa hari lalu.

Menurut Alfan saat ini pihaknya tengah melengkapi petunjuk jaksa dengan memeriksa beberapa orang yang diduga terkait dengan perkara tersebut.

“Berkasnya P 19. Saat ini masih dilengkapi,” kata Alfan Nisfu Romadhoni di ruang kerjanya.

Seperti diberitakan, dalam perkara dugaan korupsi penyaluran kredit pembangunan ruko pada tahun 2012 tersebut, pihak penyidik telah menetapkan 5 orang tersangka. Mereka adalah Bachtiar mantan Kepala cabang pembantu (Capem), Falizar alias Ayang pemimpin divisi kredit, Nanang Syahputra alias Nanang selaku staf AO/analisis, Muktasim staf AO/analisis, dan Aditya Nafisatria selaku konsultan pembangunan.

Dari 5 tersebut, 4 diantaranya sudah ditahan, yakni Bachtiar, Falizar, Nanang, dan Mukhtasin. Sedangkan Aditya Nafisatria masih belum diketahui keberadaannya.

Nanang, Falizar dan Mukhtasin ditahan sejak Jum’at 15 Maret 2024 lalu. Sedangkan Bachtiar ditahan sejak Jum’at minggu berikutnya.

Sebelumnya, pada Rabu (28/2/2024) penyidik telah menetapkan 5 orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi kredit macet yang merugikan keuangan negara Rp 2,793 miliar tersebut.

Hal ini disampaikan Kapolres Bengkalis AKBP Setyo Bimo Anggoro saat dikonfirmasi awak media ini.

Kelima tersangka tersebut adalah: Bachtiar Kepala cabang pembantu (Capem), Falizar alias Ayang pemimpin divisi kredit, Nanang Syahputra alias Nanang selaku staf AO/analisis, Muktasim staf AO/analisis, dan Aditya Nafisatria selaku konsultan pembangunan.

“Tersangkanya ada 5 orang : Bahctiar ( selaku capem), Falizar ( pinsi kredit), Nanang Syahputra ( selaku staf AO/ analisis, Muktasim staf AO/analisis, dan Aditya Nafisatria selaku konsultan pembangunan,” ungkap Bimo melalui pesan WhatsApp Rabu sore.

Sebelum menetapkan tersangka penyidik sudah menerima hasil audit perkara kredit macet tersebut dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pihak BPKP menetapkan kerugian negara Rp 2,793 miliar.

“Dari hasil audit BPKP ditemukan kerugian negara Rp 2,793 miliar,” kata Kepala Unit III Tipikor saat itu Iptu Raudo Perdana saat ditemui di ruang kerjanya.

Selain sudah mengantongi kerugian negara, penyidik juga sudah memeriksa ahli keuangan dari BPKP yang nanti akan dihadirkan di persidangan.

“Kita sudah melakukan gelar perkara di Polda, dan kita juga sudah memeriksa ahli dari BPKP,” ujar Iptu Raudo yang saat ini posisinya selaku Kanit Tipikor digantikan oleh Ipda Alfan Nisfu Romadhoni.

Perkara dugaan kredit macet ini berawal ketika pada tahun 2012 beberapa orang nasabah mengajukan kredit ke Bank Riau Kepri cabang pembantu Sungai Pakning senilai Rp 2,5 miliar untuk pembangunan beberapa unit ruko. Diduga setelah kredit cair seluruh uangnya dipakai oleh seorang developer berinisial Adt untuk keperluan lain. Akibatnya, kredit tersebut macet.

Perkara ini kemudian diproses oleh Unit III Satuan Reskrim Polres Bengkalis, dan mulai mendalaminya pada awal tahun 2022. Terkait perkara ini, pada Senin 25 April 2022, penyidik memeriksa beberapa orang saksi, diantaranya Bachtiar mantan Pimpinan Cabang Pembantu BRK Sungai Pakning, mantan costumer servis bernama Nanang dan Ayang.

Selanjutnya penyidik juga memeriksa Dadang Kepala Bagian Kredit BRK Pusat, Dewi dan Nini keduanya mantan teller di kantor cabang pembantu Sungai Pakning. Baik Dadang, Dewi dan Nini dimintai keterangan sebagai saksi.

Dadang datang ke Polres didampingi Emil legal BRKS. Namun, usai diperiksa Dadang memilih bungkam saat dikonfirmasi. Sementara Emil mengakui datang ke Polres mendampingi Dadang.

“Saya hanya mendampingi (mendampingi Dadang), bukan kapasitas saya untuk bicara,” ujar Emil sambil berjalan menuju Musholla untuk menunaikan sholat. [Rudi]
[15:13, 27/05/2024] Irfan: Dugaan Penipuan Masuk Satpol-PP, Perkara Naik Kepenyidikan, Tinggal Gelar Perkara untuk Tetapkan Tersangka

Bengkalis, – Proses hukum perkara dugaan penipuan masuk Satpol-PP Kabupaten Bengkalis sudah naik ke penyidikan, Senin [27/5/2024]

Hal ini dikatakan Kepala Satuan [Kasat] Reskrim Polres Bengkalis AKP Gian Wiatma Jonimandala, Senin siang di ruang kerjanya.

Gian didampingi penyidik Anggun Afriansyah menegaskan, saat ini pihaknya tinggal melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.

“Perkaranya sudah penyidikan. Untuk menetapkan tersangka kami akan gelar dulu,” kata Gian

Sementara itu, Anggun Afriansyah menambahkan, pasal yang dikenakan dalam perkara ini adalah Pasal penipuan [Pasal 378 KUHPidana].

Ditambahkan Anggun, dalam perkara yang menyeret nama Kepala Satpol-PP Hengki Irawan dan seorang honorer Damkar Kabupaten Bengkalis itu, pelapornya 6 orang. Sementara korbannya sebanyak 13 orang.

Terkait perkara ini pihak penyidik telah memeriksa para saksi, diantaranya DP alias Putra, Hengki Irawan dan para pelapor serta beberapa saksi lainnya.

“Pelapornya 6 orang. Sedangkan korbannya 13 orang,” kata Anggun menambahkan.

Seperti diberitakan sebelumnya Kepala Satuan Polisi Pamong Praja [Satpol-PP] Kabupaten Bengkalis Hengki Kurniawan diperiksa sebagai saksi selama 7 jam oleh penyidik Reskrim Polres Bengkalis. Hengki diperiksa pada Senin [25/3/2024] dalam perkara rekrutmen Satpol-PP yang diduga pakai ‘upeti’ dengan nilai ratusan juta rupiah.

Pemeriksaan Hengki dikatakan Kasat Reskrim Polres Bengkalis AKP Gian Wiatma Jonimandala melalui penyidik Anggun Afriansyah di ruang kerjanya, Selasa [26/3/2024] lalu.

Menurut Anggun, persoalan ini berawal dari penerimaan Satpol-PP yang diduga melalui calo berinisial DP alias Putra pada tahun 2019, 2020, 2021. Putra memungut uang kepada para calon berkisar Rp 20 juta lebih perorang.

Dari puluhan yang dimasukkan ada yang keluar SK-nya [diterima] ada yang tidak. Tapi, 14 orang calon tidak diterima, namun uangnya tidak dikembalikan.

Kesal janji tinggal janji, para korban melapor ke Polres dengan terlapor DP alias Putra honorer Dinas Damkar Kabupaten Bengkalis.

Terkait laporan tersebut, Putra sudah dimintai keterangan sebagai terlapor. Dan pada Senin [25/3/2024] giliran Hengki diperiksa sebagai saksi. Menurut Anggun Hengki diperiksa selama 7 jam.

“Hengki diperiksa selama 7 jam. Statusnya masih saksi,” tegas Anggun.

Anggun menegaskan, siapa saja yang terlibat dalam percaloan penerimaan Satpol-PP akan dimintai keterangan.

“Siapa yang terlibat akan kita periksa,” tegas Anggun.

Sementara itu, Putra ketika dikonfirmasi menceritakan awal mula dirinya berada di lingkaran penerimaan Satpol-PP Kabupaten Bengkalis berawal pada tahun 2018 ketika Hanong, warga Wonosari Tengah, Kabupaten Bengkalis datang ke rumahnya minta tolong memasukkan adiknya Dadang masuk Satpol-PP.

“Dia [Hanong] datang kepada sayo [saya]. Awak kenal dengan pak Hengki?,” tanya Hanong. “Kenal,” jawab Putra dalam dialek Melayu Bengkalis.

Menurut Putra, Hanong kemudian minta tolong kepadanya untuk memasukkan adiknya Dadang masuk Satpol-PP.

Kendati kenal dengan Hengki yang saat itu baru dilantik sebagai Kepala Bidang Ketertiban Umum [Kabid Tibum] Satpol-PP Kabupaten Bengkalis. Putra tak lantas mengiyakan. Ia kemudian mencari nomor Hengki. Setelah dapat nomor telepon Hengki, Putra pun menghubungi Hengki.

“Bang, abang dimano? Bisa ketemu?,” kata Putra.

“Siapa ni?,” jawab Hengki balik bertanya.

“Putra, bang. Putra Damkar, bang. Bisa ketemu?,” ujar Putra mengutip kembali dialognya saat itu dengan Hengki melalui telepon.

“Bisa. Sayo di kantor. Sinilah,” jawab Hengki.

Putra dan Hanong menjumpai Hengki di ruang kerjanya. Putra menanyakan peluang penerimaan personel Satpol-PP. Saat itu Hengki mengatakan belum ada peluang. Namun, Hengki berjanji akan mencari celah [cara] memasukkan Dadang.

Kebetulan ungkap Putra lagi, tak berapa lama kemudian ada anggota Satpol-PP di Rupat Utara yang diberhentikan karena terlibat kriminal. Peluang tersebut dimanfaatkan untuk memasukkan Dadang. Tentu saja tidak gratis.

Sebelum Surat Keputusan [SK] penempatan keluar, pada jam 11 malam, Putra, Hengki dan Dadang bertemu di lapangan Pasir Andam Dewi. Hengki membahas tentang peluang Dadang masuk Satpol-PP. Saat itu, Dadang berjanji jika lolos dia akan memberi uang Rp 15 juta kepada Hengki.

Deal soal uang ‘sogok’, Hengki kemudian menelepon Riki saat itu Kabag Umum, Setdakab Bengkalis. Kepada Riki, ungkap Putra, Hengki minta izin memasukkan anak saudaranya masuk Satpol-PP menggantikan personel yang dipecat di Rupat. Dan Riki pun setuju. Beberapa hari kemudian Dadang pun resmi menjadi personel Satpol-PP dengan wilayah tugas di Rupat Utara.

Ternyata kiprah Putra sebagai broker alias calo tak berhenti sampai disitu. Berselang beberapa bulan kemudian datang kerabat Putra dari Desa Pedekik meminta tolong memasukkan anak perempuannya di Satpol-PP.

Kepada kerabatnya itu, Putra mengatakan tak bisa. Namun demikian, Putra berjanji mencari informasi penerimaan anggota baru di Satpol-PP. Kendati belum ada kepastian, orang tua Ts tetap menyerah uang Rp 2 juta agar Putra serius membantu. Putra kemudian menyerahkan ‘upeti’ familinya itu kepada Hengki, sisanya dibayar secara bertahap. Total keseluruhannya Rp 20 juta. Lagi-lagi usaha Putra berbuah manis. Ts demikian inisial anak famili Putra, itu diterima di Satpol-PP.

Tangan dingin Putra merebak kemana-mana. Tak sedikit orang minta tolong kepadanya agar anak mereka bisa menjadi personel Satpol-PP Kabupaten Bengkalis. Tapi, lagi-lagi jawaban Putra tak bisa menolong.

“Setelah ada beberapa orang bisa saya masukkan di Satpol-PP, ramai orang datang pado Sayo [ke saya]. Tetap, saya katakan tak bisa membantu,” kata Putra lagi.

Sementara disisi lain, keakraban Putra dengan Hengki semakin berkelintan. Hampir setiap hari, ungkap Putra, dirinya main ke ruangan Hengki. Hal ini, menjadi buah bibir negatif dikalangan personel Satpol-PP. Mengapa tidak. Putra yang honorer Dinas Pemadam Kebakaran [Damkar] leluasa datang dan saban hari main di ruangan Kabid Tibum [Hengki]

Sebaliknya, Hengki pun tak sungkan menerima kehadiran Putra. Soalnya, Hengki juga sangat membutuhkan Putra sebagai pencari uang untuk menutupi kebutuhannya yang tergolong besar. Pergaulan ini juga sangat menguntungkan Putra, karena setiap berhasil memasukkan orang dia pun mendapat bagian.

Berapa bulan kemudian, ungkap Putra, datang Dadang bersama Nasril ke rumahnya. Nasril warga Rupat Utara tempat Dadang tugas. Dadang kemudian minta tolong kepada Putra agar menolong Nasril masuk Satpol-PP.

Entah basa basi atau serius! Lagi-lagi Putra mengatakan tak bisa membantu, karena sepengetahuannya tak ada penerimaan. Tapi, kemudian Putra membawa Nasril dan Dadan ke kediaman Hengki di Jalan SDN 04, Damon.

Setelah berbincang dengan Nasril, Hengki bersedia membantu. Nasril pun memberi tanda jadi Rp 10 juta yang diterima langsung oleh Hengki, sisanya setelah SK keluar. Hengki kemudian memberi Putra Rp 2 juta dan Dadang Rp 1 juta. Kendati sudah memberi panjar Rp 10 juta, ternyata Nasril harus menunggu 2 tahun.

“Setelah menunggu 2 tahun akhirnya SK Nasril keluar. Dia pun menambah lagi Rp 6 juta lagi dan dia membawa juga seekor ikan debuk,” kata Putra.

Keberhasil Putra memasukkan banyak orang di Satpol-PP, menjadi buah bibir orang dekat dan andai tolannya. Mereka kemudian mendatangi rumah Putra dikawasan Damon, meminta tolong agar anak mereka bisa masuk Satpol-PP, dan bersedia memberikan sejumlah uang.

Namun, ungkap Putra, pihaknya tak berani mengambil uang tersebut. Ditambah lagi, Hengki selaku Kabid Tibum sempat diperiksa APH terkait selisih anggaran sebesar Rp 85 juta. Dan itu harus dipertanggungjawabkan Hengki selaku Kabid. Dan uang tersebut harus disetorkan ke kas negara.

Dalam situasi yang tak mengenakkan tersebut, Hengki sangat memerlukan dana segar. Hengki kemudian meminta tolong kepada Putra mencari dana.

Persoalan uang Rp 85 juta ini sempat dibahas bersama oleh Plt Kepala Satpol-PP Kusnen, Hengki dan beberapa orang pejabat Satpol-PP untuk mencari jalan keluar. Lagi-lagi Hengki minta tolong Putra agar mencarikan uang tunai. Putra kemudian menelpon 4 orang calon yang akan dibantunya masuk Satpol-PP agar segera mentransfer uang untuk keperluan Hengki.

Malam itu Putra berhasil mengumpulkan uang Rp 60 juta dari beberapa calon yang minta tolong kepadanya. Sisanya Rp 25 juta meminjam perhiasan istri salah seorang pejabat Satpol-PP. Dan persoalan kerugian negara itu pun selesai.

Dilanjutkan Putra, kemudian pemerintah Kabupaten Bengkalis melakukan pemekaran kecamatan, dan dibutuhkan personel Satpol-PP sebanyak 100 orang. Kendati peluang Putra terbuka lebar, namun dia mengaku tidak serta-merta mencari calon, tapi sebaliknya didatangi calon. Justru tanpa sepengetahuan Putra selaku orang dekat Hengki, Dadang mengajukan calon 17 orang, namun semuanya gagal.

“Semuanya gagal. Akhirnya, Dadang mengganti uang yang sudah dipungutnya,” kata Putra.

Sebaliknya, dia sendiri memasukkan 15 orang. Untuk meyakinkan calon dan keluarga calon, Putra pertemukan mereka dengan Hengki.

“Bahkan, besaran duit [uang] setorannya [uang pelicin] ditentukan Hengki antara Rp 20 sampai 25 juta. Dan seluruhnya sudah diterima Hengki,” tegas Putra.

Karena lama menunggu dan masih belum ada kepastian. Dari yang semula 15 orang, ada yang keluar karena dapat pekerjaan lain. Untuk menutupi/mengembalikan uang yang mengundurkan diri ini, Putra mencari calon lain dengan harga lebih tinggi. Hal hasil dari semula 15 orang menjadi 22 orang. Diduga untuk menutupi aksinya, seluruh uang yang dikutip Hengki bukti setorannya melalui Putra.

“Semua uangnya diterima Hengki, tapi tanda terima atas nama saya. Kata Hengki untuk menghindari masalah hukum,” ujar Putra.

Setelah menunggu bertahun-tahun akhir 8 dari 22 orang diterima menjadi anggota Satpol-PP. Sisanya 14 orang sampai saat ini belum ada kepastian.

14 orang yang kurang beruntung tersebut akhir marah, karena uang yang telah mereka setor tak dikembalikan. Mereka kemudian melapor ke Polres dengan terlapor Putra.

Terkait laporan tersebut, beberapa minggu lalu Putra pun dimintai keterangan. Sedangkan Hengki yang saat ini menjabat Kepala Satpol-PP dimintai keterangan pada Senin [25/3/2024] kemarin. Menurut penyidik, dia diperiksa selama 7 jam.

“Total kerugian korban Rp 280 juta,” kata Anggun

Sementara itu, Hengki Kurniawan yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait dugaan penipuan penerima Satpol-PP tidak merespon. [Rudi]

  • Bagikan