Siak,riaudetil.com – Nur dkk, terlapor yang diduga kuat melakukan tindak pidana penyerobotan dan pengrusakan kebun di kecamatan Mempura kabupaten Siak, Riau, terancam masuk bui setelah perkara gugatannya ditolak pemohon.
Pengadilan yang menangani gugatan memutuskan perkara dimenangkan tergugat karena gugatan dianggap tidak memiliki yurisdiksi.
Akibatnya seluruh gugatan sebagaimana putusan PN Siak Indrapura nomor 63/Pdt.G/2025/PN.Siak menolak secara keseluruhan gugatan disebabkan tidak dapat menunjukkan dasar hukum yang kuat mendukung klaimnya, gugatan kabur (obscuur libel), gugatan tidak memenuhi syarat formil, bukti tidak cukup sehingga pengadilan yang menangani perkara tidak memiliki yurisdiksi mengadili kasus perdata.
“Dalam perkara ini klien saya akhirnya menang,” jawab kuasa hukum tergugat, Tulus Marbun SH MH, Rabu (23/72025) dari sambungan seluler.
Atas putusan itu, kata Tulus, penggugat terbukti tidak memiliki hak menguasai puluhan hektar lahan dan kebun milik tergugat dan penggugat bisa masuk dipenjara akibat pengrusakan dan penyerobotan kebun milik tergugat.
Dijelaskannya, kasus ini bermula dari LP nomor STPL/51/VII/2024/SPKT/Polres Siak tertanggal 26 Juli 2024, pelapor Patar Wibowo Pakpahan (25) melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan dan kebun milik korban di KM 9 jalan lintas Siak-Buton kecamatan Mempura, Siak, hingga puluhan hektar.
“Namun ditengah proses Lidik dugaan tindak pidana oleh penyidik Polri, terlapor dkk justru melakukan gugatan perdata ke PN Siak tapi akhirnya ditolak,” Ungkapnya.
Padahal, katanya, lahan dan kebun seluas 23 hektar tersebut diperoleh korban berdasarkan akta jual beli tahun 2013 dengan status SHM tahun 2010, lalu balik nama kepada korban di tahun 2015.
Anehnya di tahun 2012 silam Pemerintah Desa setempat justru ‘membabi buta’ menerbitkan SKGR kepada atas nama terlapor Ny Nur dkk sehingga dengan bermodalkan SKGR para terlapor dkk nekat melakukan penyerobotan hingga pengrusakan kebun korban.
Dengan demikian korban melalui penasehat hukum mensinyalir dalam perkara itu ada konsfirasi mafia tanah yang memgikutsertakan oknum Kepala Desa selaku penerbit SKGR.
“Jadi yang preman itu adalah mereka para terlapor dan pantas diganjar pidana penyerobotan dan pengrusakan,” terang Tulus.
Parahnya lagi belum lama ini kepada Komisi II DPRD Siak melalui RDP para telapor kembali nekat memfraning praktek Premanisme dialamatkan kepada korban tapi yang sebenarnya drama playing victim.
“Seakan-akan korban padahal mereka adalah dalang dan pelaku,” bebernya.
Terhadap perkara ini, salah seorang Majelis Hakim PN di Riau tapi enggan ditulis nama mengatakan perkara perdata dan perkara pidana adalah kasus yang berbeda sehingga jika ada pengrusakan pidananya bisa jalan sendiri.
Ibaratnya begini, saya punya gedung tapi seseorang klaim lahan itu miliknya lalu merusak gedung milik saya, maka seseorang yang mengaku pemilik lahan itu bisa langsung dipidana tanpa harus menunggu proses perdata.
“Kepala Desa yang menerbitkan SKGR dilahan orang yang sudah SHM juga bisa dituntut” Hakim mencontohkan. ***

